Sebuah kisah tentang seseorang........
Namaku Hasan. Aku hanyalah anak biasa, yang tinggal di sebuah desa sederhana. Sejak kecil, ibuku selalu mengajarkan satu hal yang tidak pernah berubah: "Cintailah Allah dan Rasul-Nya melebihi apa pun di dunia ini."
Awalnya aku tidak terlalu paham maksudnya. Bagaimana mungkin kita bisa mencintai Allah, padahal tidak pernah melihat-Nya? Bagaimana mencintai Rasulullah, sedangkan beliau hidup ribuan tahun lalu? Tapi ibu hanya tersenyum dan berkata, “Suatu hari nanti kamu akan mengerti, Nak.”
Hari-hari berlalu. Aku sekolah, bermain, dan belajar seperti anak-anak lain. Namun perlahan, kalimat ibu mulai masuk ke dalam hatiku. Saat aku duduk sendiri dan mendengar lantunan ayat Al-Qur'an, ada rasa damai yang tak bisa kujelaskan. Ketika aku mendengar kisah Rasulullah yang penuh kesabaran dan kasih sayang, aku mulai merasakan kekaguman yang berubah menjadi cinta.
Aku mulai mencintai Allah dalam diamku. Setiap kali aku melihat langit malam yang bertabur bintang, aku tahu itu ciptaan-Nya. Ketika aku mendapatkan nilai bagus di sekolah, aku bersyukur kepada-Nya. Bahkan saat aku sedih, aku menangis di dalam doa, memohon kekuatan dari-Nya.
Cinta itu semakin tumbuh saat aku membaca kisah Rasulullah. Beliau tidak pernah marah saat dihina. Beliau tetap sabar saat dilempari batu. Bahkan, ketika beliau disakiti, beliau malah mendoakan orang-orang itu agar mendapat hidayah. Hatiku tergetar. Aku ingin seperti beliau. Lembut, penuh kasih, dan dekat dengan Allah.
Sejak saat itu, aku mulai mengubah diriku. Aku berusaha salat tepat waktu, bukan karena takut, tapi karena rindu bertemu Allah dalam sujudku. Aku mulai bershalawat setiap malam, berharap Rasulullah mendengarnya dan tersenyum dari jauh. Aku membantu teman-temanku, memaafkan yang menyakitiku, dan berusaha jujur meski sulit.
Pernah suatu kali aku marah besar karena difitnah. Tapi aku teringat Rasulullah, yang tetap sabar bahkan dalam cobaan yang jauh lebih berat. Aku pun memilih diam, dan memaafkan. Rasanya memang berat, tapi hatiku menjadi lebih tenang. Aku tahu, itulah bentuk cinta yang nyata.
Sekarang aku sadar. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya bukan sekadar ucapan. Ia hidup dalam setiap langkah kita. Dalam setiap salat yang khusyuk, dalam setiap kebaikan yang tersembunyi, dalam setiap air mata yang jatuh dalam doa.
Aku memang belum sempurna. Tapi aku percaya, selama aku terus berusaha mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan tulus, Allah akan membimbingku. Sebab cinta sejati bukan selalu harus terlihat. Kadang, ia hanya terasa di dalam dada, dalam sujud, dalam niat untuk menjadi lebih baik.
(Husna, 8.6)